Opini

SEMANGAT SUMPAH PEMUDA: SEBAGAI PILAR MEMBANGUN DEMOKRASI

Muhammad Ansori*

28 Oktober 1928 menjadi sebuah titik awal bangsa Indonesia, ketika ratusan pemuda berhimpun dan bergerak dalam naungan ikrar sumpah dan janji dalam rangka membulatkan rasa kecintaan pada tanah air sebagai tumpah darah. Janji yang lahir dari nurani untuk membangun negeri, Ikrar yang berlandaskan ketulusan sehingga membuat para penjajah gentar serta sumpah yang menyatukan arah. Arah menuju kemerdekaan, arah menuju Indonesia yang mandiri dan berdaulat.

Patut kita renungkan, pada situasi pada 97 tahun silam, Bangsa kita bearada pada posisi diantara tekanan penjajah, ditengah keterbatasan informasi, kekurangan senjata militer, ketidakmudahan untuk berserikat, akan tetapi ada tekad dan semangat kuat untuk berkumpul dan menyatukan perjuangan. Perjuangan yang dibangun atas kesadaran untuk memperjuangankan kemerdekaan. Hingga pada titik kesadaran bahwa untuk melawan penjajahan ditengah berbagai keterbatasan masih ada kekuatan Tuhan serta semangat persatuan. Dengan persatuan artinya harus menawarkan ego sektoral dan kedaerahan, menurunkan sentimen keagamaan serta menghilangkan sekat-sekat ras dan kesukuan. Seluruh rakyat harus rela melebur dalam satu arah perjuangan serta satu tujuan yaitu berjuang merebut kemerdekaan.

Diawali dari sebuah pidato Sunario pada sesi akhir Kongres Pemuda II di Batavia (sekarang Jakarta) pada 27-28 Oktober 1928, yang kemudian dirumuskan oleh Mohammad Yamin - yang saat itu menjabat sebagai sekretaris kongres, lahirlah sebuah naskah bersejarah yang kemudian kita kenal dengan naskah sumpah pemuda. Naskah tersebut kemudian diserahkan untuk dibacakan hadapan para peserta kepada Soegondo Djojopoespito selaku ketua kongres.

 

Gambar teks Sumpah Pemuda asli. (Sumber: detik.com)

Naskah yang berisi paragraph sakti nan suci, terangkum dalam 3 baris kalimat sumpah dan diikrarkan secara bersama-sama, yaitu:

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. 

Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. 

Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. 

Bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia merupakan simpul yang mengeratkan berbagai keberagaman yang ada di nusantara. Naskah ini bukan sekedar untaian kalimat, tetapi manifestasi tekad untuk menyatukan kebhinekaan menjadi kekuatan bangsa.

Menjadikan Semangat Persatuan Untuk Kesadaran Membangun Demokrasi

Isi, makna dan semangat Sumpah Pemuda yang diucapkan pada 28 Oktober 1928 ini akan tetap relevan menembus segala jaman. Dimana nilai cinta tanah air, persatuan, dan toleransi menjadi faktor penting dalam upaya menghadapi berbagai tantangan seperti globalisasi, perpecahan sosial, krisis identitas, dan pengaruh budaya luar.

Semangat ini pula yang harus terus kita sematkan untuk membangun bangsa Indonesia kedepan, terutama dalam menjaga dan membangun demokrasi yang sudah disepakati. Dari semangat Sumpah Pemuda ini pula, benih demokrasi Indonesia yang sudah bertabur di hati rakyat diberbagai kalangan dan berbagai daerah mulai tumbuh. Ditambah kesadaran yang dipelopori oleh para pemuda dari berbagai daerah bahwa persatuan, persamaan, dan partisipasi adalah syarat lahirnya bangsa merdeka. Mereka menjadi pelopor untuk berhimpun, berdialog dan bergerak lintas etnis dan ideologi dengan mengedepankan musyawarah guna menyatukan visi Indonesia jauh kedepan. Para pemuda saat sadar bahwa Persatuan bukan warisan, melainkan perjuangan yang harus dijaga setiap hari dan pemuda sejati bukan yang banyak bicara tentang bangsa, tapi yang bekerja untuk membuat bangsanya berarti.

Secara tidak langsung, dari forum kongres pemuda II ini pula menjadi wujud awal dari demokrasi deliberatif, di mana keputusan diambil bukan karena paksaan, iming-inging, ataupun ingin menang sendiri, melainkan karena kesadaran bersama. Disadari atau tidak, harus diakui bahwa demokrasi yang kita nikmati saat ini sesungguhnya merupakan warisan semangat dari perjalanan atas lahirnya peristiwa Sumpah Pemuda. Semangat untuk bersatu, mendengar, memahami, dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Akan sangat baik jika kesadaran dan semangat diatas terus ditabur dan ditanamkan disetiap rakyat terutama pemuda saat ini. Meskipun kita sadari bahwa perubahan jaman, perubahan arus informasi dan teknologi, makin kuatnya polarisasi politik, himpitan ekonomi dan ego sektoral nampaknya justru menguat pada akhir-akhir ini. Namus semangat persatuan dan rasa handarbeni negeri akan tetap menjadi jurus ampuh untuk tetap menguatkan kepercayaan diri bahwa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan akan bisa lebih besar pada masa mendatang.

Pemuda masa kini harus lebih banyak ditempa dan dilakukan penguatan-penguatan kesadaran berbagsa sehingga pemuda benar-benar menjadi penjaga nalar publik, penebar kebaikan serta pengawal demokrasi yang sehat. Mereka harus lebih banyak dilibatkan secara aktif dalam berbagai proses demokrasi, pendidikan politik dengan cara yang cerdas, kritis, dan beretika. Demokrasi akan lebih hidup apabila pemuda memiliki optimisme dan sadar akan tanggungjawabnya dalam menjaga nilai-nilai Sumpah Pemuda sekaligus menjadikannya sebagai kompas moralnya.

Mungkin masih banyak yang harus dibenahi, akan tetapi jika kita semua mau belajar dan kembali kepada semangat kebangsaan, persatuan dan ke-Indonesiaan, maka perjalanan dan penyelenggaraan demokrasi kedepan akan semakin baik dan semakin baik.

 

*Kadiv. Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM

KPU Kabupaten Klaten

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 228 kali