
HARKITNAS SEBAGAI MOMEN MENUMBUHKAN KESADARAN BERDEMOKRASI
HARKITNAS SEBAGAI MOMEN MENUMBUHKAN KESADARAN BERDEMOKRASI
Oleh Luvita Eska Pratiwi*)
Tanggal 20 Mei memiliki makna yang cukup mendalam bagi bangsa Indonesia. Sebuah organisasi hasil rintisan para pemuda Indonesia yang terdiri dari sekelompok mahasiswa STOVIA di Batavia, termasuk Soetomo, Soeradji Tirtonegoro, Goenawan Mangoenkoesoemo, Gondo Soewarno, Soewarno, Moehammad Soelaiman, dan Moehammad Saleh resmi didirikan pada 20 Mei 1908. Presiden Soekarno kemudian menetapkan 20 Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959.
Tentu peringatan ini bukan sekadar seremonial tahunan, tetapi juga merupakan bentuk refleksi atas perjalanan sejarah dan pengingat akan pentingnya semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme. Boedi Oetomo merupakan sebuah simbol perubahan strategi perjuangan dari yang bersifat kedaerahan menjadi bersifat nasional. Sebuah kesadaran bahwa untuk mengalahkan penjajah yang kuat, seluruh elemen bangsa harus bersatu, tanpa memandang suku, agama, ras, maupun golongan, mengingat negara kita merupakan negara yang besar dan kaya akan budaya. Peringatan Hari Kebangkitan Nasional sekaligus menjadi pengingat akan pentingnya peran pendidikan dalam membebaskan bangsa dari kebodohan dan ketertinggalan.
Semangat kebangkitan nasional yang ditandai dengan berdirinya Boedi Oetomo merupakan fondasi penting bagi tumbuhnya kesadaran nasional dan perjuangan yang tidak hanya untuk kemerdekaan, tetapi juga untuk selanjutnya membentuk suatu negara yang berdaulat dan mampu menyejahterakan rakyatnya. Dalam hal ini, demokrasi menjadi sistem yang paling relevan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.
Momentum Kebangkitan Nasional
Saat ini, demokrasi masih dianggap sebagai sistem pemerintahan yang paling ideal untuk mewujudkan suatu kedaulatan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat. Sebab, demokrasi esensinya adalah menempatkan kedaulatan ada di tangan rakyat. Bisa dikatakan, semangat persatuan dan kesatuan yang digelorakan pada era kebangkitan nasional merupakan prasyarat bagi berjalannya sistem demokrasi yang kuat dan sehat. Demokrasi membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh warga negara, dan partisipasi tersebut hanya bisa terwujud apabila ada rasa kebersamaan dan kepemilikan terhadap bangsa.
Momentum Hari Kebangkitan Nasional memberikan pelajaran bagi kita tentang pentingnya meninggalkan ego kedaerahan dan golongan demi kepentingan yang lebih besar, yaitu bangsa dan negara. Semangat ini sejalan dengan prinsip demokrasi yang mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau kelompok. Proses demokratisasi di Indonesia tidak terlepas dari warisan semangat kebangkitan nasional yang dibangun oleh para pemuda di tengah masa penjajahan. Lembaga perwakilan rakyat, partai politik, dan organisasi kemasyarakatan menjadi wujud pilar-pilar demokrasi yang terbentuk dari benih organisasi-organisasi pergerakan nasional yang lahir pada masa kebangkitan.
Hari Kebangkitan Nasional menjadi momentum untuk merefleksikan kembali nilai-nilai persatuan, gotong royong, dan musyawarah yang merupakan akar budaya bangsa dan sekaligus prinsip-prinsip penting dalam praktik demokrasi saat ini. Dengan menjaga semangat kebangkitan nasional, bangsa Indonesia dapat terus memperkuat pilar-pilar demokrasinya dan menghadapi berbagai tantangan yang muncul. Demokrasi yang kuat membutuhkan warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap masa depan bangsa.
Peran demokrasi sangat krusial dalam upaya mewujudkan cita-cita luhur yang terkandung dalam semangat Hari Kebangkitan Nasional. Demokrasi menyediakan kerangka kerja dan ruang-ruang yang memungkinkan setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Kebebasan berpendapat dan berserikat yang dijamin dalam demokrasi memungkinkan munculnya ide-ide kreatif dan inovasi yang dapat mendorong kemajuan di berbagai sektor. Proses pengambilan keputusan yang demokratis, yang melibatkan partisipasi masyarakat (rakyat), memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Pendidikan Pemilih Sejak Dini
Dalam bidang pendidikan, demokrasi mendorong adanya akses yang lebih luas dan merata bagi seluruh masyarakat. Prinsip kesetaraan dalam demokrasi menuntut agar setiap warga negara, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Peningkatan kualitas pendidikan bermuara pada peningkatan sumber daya manusia yang pada gilirannya akan memajukan sektor-sektor kehidupan. Saat ini, demokrasi di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah menjaga kualitas demokrasi agar tetap relevan dengan semangat kebangkitan nasional yang mengutamakan persatuan dan kemajuan bangsa. Globalisasi dan perkembangan teknologi informasi membawa dampak signifikan terhadap dinamika politik dan demokrasi.
Penyebaran informasi yang cepat, termasuk berita palsu dan disinformasi, dapat memengaruhi opini publik dan mengikis kepercayaan terhadap institusi demokrasi. Netralitas informasi dan literasi digital menjadi penting untuk memastikan warga negara dapat membuat keputusan yang rasional dalam proses demokrasi. Demi melahirkan warga negara yang kritis, bertanggung jawab dan sadar akan demokrasi, perlu adanya pendidikan pemilih sejak dini. Dengan terus belajar dari sejarah dan beradaptasi dengan perkembangan zaman, Indonesia dapat terus memperkokoh demokrasi sebagai sistem yang mampu mewujudkan cita-cita luhur para pendiri bangsa.
Memperkuat Demokrasi
Menjaga semangat Hari Kebangkitan Nasional sangat penting dalam upaya memperkuat demokrasi di Indonesia. Semangat kebangkitan nasional, yang lahir dari kesadaran akan pentingnya persatuan, kesatuan, dan perjuangan bersama untuk kemajuan bangsa, merupakan fondasi moral dan spiritual bagi berjalannya sistem demokrasi yang sehat.
Demokrasi bukanlah sekadar prosedur formal, tetapi juga membutuhkan nilai-nilai luhur yang mengikat seluruh elemen bangsa. Nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah untuk mufakat, dan toleransi, yang merupakan bagian dari warisan semangat kebangkitan nasional, sangat relevan dalam praktik demokrasi. Gotong royong, misalnya, mendorong partisipasi aktif warga negara dalam pembangunan dan pengawasan terhadap pemerintah. Musyawarah untuk mufakat mengajarkan pentingnya dialog dan pencarian solusi bersama dalam menghadapi perbedaan pendapat. Toleransi menjadi kunci untuk menjaga kerukunan antara berbagai kelompok dalam masyarakat majemuk.
Tanpa semangat kebersamaan yang diwarisi dari era kebangkitan nasional, demokrasi dapat rentan terhadap perpecahan dan konflik sosial. Ego kedaerahan atau golongan yang berlebihan dapat mengancam persatuan bangsa, padahal persatuan adalah prasyarat bagi stabilitas politik yang dibutuhkan oleh demokrasi. Selain itu, semangat kebangkitan nasional juga mengajarkan pentingnya kemandirian dan harga diri bangsa. Pendidikan demokrasi yang menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan semangat partisipasi merupakan kunci untuk menghasilkan warga negara yang mampu menjalankan perannya dalam sistem demokrasi.
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional setiap tahunnya menjadi momentum untuk merevitalisasi semangat ini, mengingatkan kembali akan perjuangan para pendahulu dalam membangun kesadaran nasional dan pondasi negara. Dengan demikian, menjaga semangat kebangkitan nasional bukan hanya tentang mengenang sejarah, tetapi tentang mengaktualisasikan nilai-nilai luhur tersebut dalam kehidupan berdemokrasi sehari-hari. *** (Luvita Eska Pratiwi – Staf Subbagian SDM dan Partisipasi Masyarakat KPU Kabupaten Klaten)