Opini

Membangun Budaya Politik Melalui Politik Digital

 

Membangun Budaya Politik Melalui Politik Digital

(seri pertama membangun budaya politik)

Muhammad Ansori*

 

Pemilu, sebagai “pesta demokrasi” merupakan momen perayaan besar sebagai sarana proses pergantian kepemimpinan yang sah dan juga memiliki nilai penting dalam perjalanan demokrasi maupun birokrasi di sebuah negara demokrasi. Demikian pula yang terjadi di Indonesia sebagai salah satu negara penganut paham demokrasi. Dimana masyarakat memilih pemimpin secara langsung dengan diharapkan segala kebijakan dan keteladannya dapat membawa Indonesia semakin baik dari tahun ke tahun, mampu menghadirkan kenyamanan, keamanan dan kesejahteraan bagi rakyatnya (Koc-Michalska & Lilleker, 2017). Selain itu para pemimpin terpilih juga bisa membawa bangsa Indonesia masuk ke dalam pimtu gerbang kemerdekaan dalam rangka melanjutkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia yang bersatu, berdaulat. adil. dan makmur.

Pada sisi lain, perkembangan global terjadi sangat cepat. Baik dari segi politik, demokrasi, budaya, teknologi informasi serta berbagai bidang lainnya. Perkembangan global ini selalu berbanding lurus dengan perkembangan pengetahuan, tuntutan dan standar sosial yang ada di  masyarakat. Hal ini tidak bisa dihindari, sesuai dengan laju teknologi dan arus informasi yang makin kesini semakin cepat dan deras mengalir ke semua sendi kehidupan  masyarakat dunia – temasuk Indonesia. Bahkan teknologi informasi saat ini seolah menjadi bagian tak terpisahkan dari hampir seluruh aspek manusia baik dalam urusan pribadi, sosial, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya. Sampai dengan aspek politik berbangsa dan bernegara.

Diantara bukti bahwa teknologi dan informasi hampir menguasai semua sendi kehidupan masyarakat saat ini adalah dengan adanya media sosial. Keberadaan dan kepemilikan media sosial di hampir setiap individu masyarakat, lembaga, kelompok bahkan pemerintahan mampu mengubah sebagian pandangan, ekspresi bahkan ekspresi sosial masyarakat. Lebih dari itu, media sosial bahkan mampu mengubah perspektif lembaga publik dan birokrasi di seluruh dunia. Menilik hal tersebut, setiap lembaga – terutama lembaga publik, mau tidak mau harus “ngeh’ terhadap keberadaan dan perkembangan teknologi informasi terutama media sosial.

Pada beberapa tahun belakangan ini sering kita dengar istilah 'politik digital' dan sudah mulai di kenal di sebagian masyarakat Indonesia, terutama di kalangan muda. Secara sederhana, politik digital merupakan aktifitas politik (dalam arti luas) yang dilakukan dan disebarkan melalui berbagai platform digital – terutama media sosial. Cara ini dirasa cukup ampuh untuk menyampaikan dan menyebarkan berbagai aktifitas politik, paham dan ideologi politik maupun komunikasi politik yang lebih praktis dan efektif karena bisa dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dimanapun, tanpa batas ruang dan waktu.

Secara lebih jelas, John Postill dalam Digital Politics and Political Engagement mengungkapkan bahwa konsep politik digital dibagi menjadi beberapa bidang, yaitu: 1) pemerintahan digital, 2) demokrasi digital (masyarakat, musyawarah, partisipasi), 3) kampanye digital (partai, kandidat, pemilihan umum), dan 4) mobilisasi digital (kelompok kepentingan dan gerakan sosial) (Postill, 2020).

Tentu dalam berbagai hal selalu ada paradok. Politik digital selain membawa berbagai manfaat dan dampak positif, juga bisa memberi dampak negatif seperti untuk penyebaran paham-paham yang merusak demokrasi, penyebaran berita palsu, kurangnya filter atas sasaran penerima bahkan kebebasan berpendapat yang kadang kebablasan. Akan tetapi meskipun demikian, setuju atau tidak setuju, politik digital di era ini sudah menjadi bagian dari kehidupan kita bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Untuk itu, semua bagian masyarakat dan terutama pemangku maupun pelaku kepentingan politik mau tidak mau harus mengambil bagian dari kemajuan ini dengan tetap membangun dan mengedepankan upaya serta informasi positif yang mampu membangun budaya politik yang baik.

Demikian pula pada politik praktis pemerintahan, penyelenggara pemilu, peserta pemilu, lembaga atau organisasi yang bergerak dan berkonsentrasi pada isu-isu politik dan sosial kemasyarakata maupun masyarakat sendiri harus mau dan mampu memanfaatkan kesempatan ini secara baik, agar citra dan budaya personal, lembaga atau organisasi maupun budaya bermedia di masyarakat mampu terbangun dengan baik. Seperti sering kita lihat fenomena beberapa tahun belakangan yang dilakukan oleh para peserta pemilu, lembaga penyelenggara pemilu maupun beberapa pimpinan daearah yang memanfaatkan media sebagai sarana menyebarkan informasi tentang aktifitas baik maupun menyampaikan program-program mereka kepada masyarakat sasaran. Memang selalu ada penerimaan yang beragam dari kalangan masyarakat, akan tetapi jika tidak melakukan dan memanfaatkan hal ini, maka selain ketinggalan berbagai hal, sangat mungkin juga individu atau lembaga dan organisasi tersebut akan terjebak dalam  jumud politik.

bersambung...



 

 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Telah dilihat 561 kali