
SEJATINYA KPU ADALAH JUGA PEJUANG DEMOKRASI
SEJATINYA KPU ADALAH JUGA PEJUANG DEMOKRASI
Oleh Primus Supriono*)
Tugas pokok Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang adalah menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, KPU bertugas merencanakan program dan anggaran pemilu, menyusun tata kerja penyelenggara pemilu, serta mengkoordinasikan, menyelenggarakan, mengendalikan, dan memantau semua tahapan pemilu.
Namun demikian, sejatinya tugas pokok KPU tidak hanya berhenti pada pelaksanaan seluruh tahapan pemilu. Sebab, memang hendaknya KPU tidak hanya sebagai penyelenggara pemilu, namun juga sekaligus sebagai pejuang demokrasi. Mengapa demikian? Sebab, ujung dari seluruh pelaksanaan tahapan pemilu tersebut adalah terwujudnya nilai-nilai demokrasi.
Pemilu bukan sekadar prosedur dan peristiwa administratif belaka. Pemilu bukan hanya masalah kontestasi politik. Lebih dari itu, pemilu adalah proses edukasi dan peristiwa demokrasi demi terwujudnya kedaulatan dan kesejahteraan rakyat.
Namun persoalannya, waktu 20 bulan untuk menyelenggarakan seluruh tahapan pemilu tidaklah cukup dan memadai bagi KPU untuk membangun nilai-nilai demokrasi. Inilah pentingnya merumuskan peran strategis KPU di luar tahapan pemilu dan pilkada dalam rangka pembangunan nilai-nilai demokrasi.
Kesadaran Kolektif Masyarakat Demokratis
Penguatan nilai-nilai demokrasi demi terwujudnya kedaulatan dan kesejahteraan rakyat melalui peristiwa pemilu, membutuhkan pondasi yang kokoh tentang pendidikan politik bagi pemilih secara berjenjang dan berkelanjutan di luar tahapan pemilu. Mana mungkin demokrasi demi terwujudnya kedaulatan dan kesejahteraan rakyat tersebut dapat dibentuk hanya setiap lima tahun sekali pada saat penyelenggaraan pemilu?
Adalah mustahil kesadaran kolektif dalam bentuk kedaulatan rakyat dapat diwujudkan selama masa kampanye pemilu yang hanya sekitar 75 hari. Tidak mungkin rakyat betul-betul dapat berdaulat dan bertanggung jawab atas pilihan politiknya hanya melalui program sosialisasi dan pendidikan pemilih saja menjelang hari pemungutan suara pada pemilu.
Adalah tidak mungkin kita dapat membentuk pemilih dengan idealisme yang kuat tentang nilai-nilai demokrasi dengan waktu dan cara yang terbatas. Bagaimana kita dapat melawan godaan money politic dan berbagai tindakan antidemokrasi hanya melalui kegiatan sosialisasi dan pendidikan pemilih menjelang hari pencoblosan?
Terlalu naif jika demokrasi dianggap hanyalah masalah teknis bagaimana rakyat menggunakan hak pilihnya pada saat hari pemungutan suara pemilu. Pilihan politik yang cerdas, bebas, dan bertanggung jawab tentulah dibangun dari sebuah proses pendidikan politik yang panjang dan terus-menerus. Inilah peran dan tugas strategis KPU yang harus dilaksanakan secara konsisten dan terus-menerus. Tanpa proses itu, maka demokrasi (baca: kedaulatan rakyat) hanya akan terjebak pada persoalan administratif dan prosedural. Konstruksi di permukaan tampak seolah sebagai sistem demokrasi, namun tidak didirikan di atas pondasi kebebasan, kecerdasan, dan kesadaran kolektif masyarakat demokratis.
Iklim Persaingan Politik yang Sehat
Ada beberapa ukuran atau kriteria bagaimana pemilu hendaknya diselenggarakan di sebuah negara demokrasi. Pemilu di negara demokrasi seharuslah mencerminkan penguatan nilai-nilai demokrasi, menjamin partisipasi masyarakat secara luas dan bebas, serta memastikan hasil pemilu yang jujur dan adil. Hal ini tentu melibatkan perlindungan hak asasi manusia, kebebasan pers, persaingan politik yang sehat antarpeserta pemilu, serta integritas dan profesionalitas penyelenggara pemilu.
Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memilih dan dipilih. Tidak ada pembatasan, intervensi, dan pengaruh dalam bentuk apa pun yang memengaruhi kebebasan masyarakat untuk memilih. Partisipasi politik haruslah inklusif, yakni memungkinkan semua kelompok masyarakat termasuk yang rentan dan berkebutuhan khusus dapat berpartisipasi tanpa rasa takut.
Pemilu haruslah menjamin iklim persaingan politik yang sehat. Peserta pemilu harus memiliki kesempatan yang sama untuk memenangkan kontestasi politik. Pada sisi lain, hasil pemilu harus mencerminkan suara rakyat yang sesungguhnya.
Pemilu secara Langsung
Terselenggaranya pemilu secara teratur dan damai merupakan ciri utama negara demokrasi modern. Pemilu yang demikian hanya dapat terwujud jika sistem pemilu dilaksanakan secara langsung oleh rakyat. Barangkali tidak berlebihan, derajat tertinggi demokrasi dapat terwujud jika pemilu diselenggarakan secara langsung. Di mana rakyat dapat memilih wakil dan pemimpinnya baik nasional maupun daerah secara langsung. Tidak ada perantara bagi rakyat untuk memilih wakil dan pemimpinnya.
Pemilu langsung penting karena memungkinkan rakyat menentukan sendiri pemimpinnya, baik di tingkat nasional maupun daerah. Ini memperkuat kedaulatan rakyat dan memastikan pemerintahan yang demokratis, partisipatif, dan bertanggung jawab. Pemilu juga merupakan mekanisme transfer kekuasaan secara damai, mencegah konflik, dan memberikan legitimasi pada pemerintah yang terpilih.
Ada beberapa alasan mengapa pemilu dengan derajat tertinggi harus dilaksanakan secara langsung. Pertama, pemilu secara langsung mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik. Rakyat memiliki hak untuk memilih dan menentukan pemimpin mereka, sehingga mereka merasa lebih terlibat dalam pengambilan keputusan politik.
Kedua, pemilu secara langsung memungkinkan rakyat dapat secara langsung memilih wakil dan pemimpin mereka. Ini merupakan wujud nyata kedaulatan rakyat dan memastikan bahwa pemerintah memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat. Pemilu secara langsung akan memperkuat legitimasi pemerintahan yang terbentuk.
Ketiga, pemilu secara langsung, terutama pemilihan presiden dan wakil presiden mempertegas sistem presidensial.Yakni, di mana lembaga legislatif dan eksekutif dipilih secara langsung oleh rakyat. Hal ini tentu mendorong terciptanya mekanisme check and balances antara DPR dengan Presiden. Dengan terciptanya mekanisme ini, maka tidak ada satu lembaga yang terlalu dominan.
Keempat, dengan rakyat memilih secara langsung pemimpin mereka, rakyat juga memiliki hak untuk mengawasi, mengawal, mengontrol, atau setidaknya memberikan saran dan kritik atas kinerja pemerintah. Dengan cara ini maka pemimpin yang terpilih langsung akan lebih terikat dan bertanggung jawab kepada rakyat, bukan kepada partai politik atau kekuatan politik lain.
Kelima, pemilu secara langsung merupakan mekanisme pergantian kekuasaan politik secara damai. Pemimpin dan wakil rakyat yang terpilih merupakan pilihan mayoritas oleh rakyat sendiri melalui penyelenggaraan pemilu secara adil dan transparan. Pemilu secara langsung memberikan ruang kebebasan bagi individu untuk memilih pemimpin dan wakil rakyat mereka sendiri.
Keenam, pemilihan kepala daerah secara langsung memungkinkan rakyat untuk menentukan sendiri pemimpin di daerahnya. Pemilihan secara langsung ini memungkinkan terjalinnya hubungan yang erat antara kepala daerah dengan rakyatnya. Oleh karena itu, pemilihan kepala daerah secara langsung akan mendorong terselenggaranya pemerintahan daerah yang demokratis dan partisipatif.
Pemilu secara langsung akan menjadi sarana integrasi bangsa. Pemilu demikian menjadi sarana untuk menyelesaikan perbedaan pendapat dan konflik politik secara damai. Oleh karena itu, buah perjuangan reformasi dalam bentuk pemilu secara langsung ini hendaklah semakin diperkokoh sebagai sarana penguatan demokrasi untuk mewujudkan kedaulatan dan kesejahteraan rakyat.
Inilah pentingnya KPU mengambil peran strategis dalam pendidikan politik bagi pemilih di luar tahapan pemilu dan pemilihan kepala daerah secara berjenjang dan berkelanjutan. Dengan peran strategis ini dalam sistem pemilu dan pemilihan kepala daerah secara langsung, maka sejatinya KPU adalah juga pejuang demokrasi. *** (Primus Supriono – Ketua KPU Kabupaten Klaten)