
ANDAI AKU JADI BUPATI KLATEN oleh Syira Riyannisa Pratama Shint
ANDAI AKU JADI BUPATI KLATEN
oleh Syira Riyannisa Pratama Shinta
Menjaga Keseimbangan Alam di Tengah Pembangunan
Written by Syira Riyannisa Pratama Shinta
Sebagai Bupati Klaten, saya dihadapkan pada sebuah tantangan besar yang memerlukan kebijakan bijak dan solusi yang berpihak pada keberlanjutan alam dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu proyek besar yang sudah selesai dibayar dan sedang berjalan di Kabupaten Klaten adalah pembangunan jalan tol yang melibatkan penggalian bukit-bukit untuk memenuhi kebutuhan infrastruktur transportasi. Proyek ini yaitu Pembangunan Jalan Tol Solo- Jogja-Kulon Progo yang berdampak salah satunya Bukit Cakaran dikeruk habis.
Proyek ini memang penting untuk mendukung perkembangan ekonomi, memperlancar konektivitas, serta membuka peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun, di sisi lain, dampak dari proyek ini terhadap lingkungan hidup sangat signifikan, terutama terkait dengan hilangnya area hijau, erosi tanah, dan polusi udara yang dapat merusak kualitas hidup masyarakat sekitar.
Sebagai pemimpin daerah, saya merasa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pembangunan yang berlangsung tidak hanya memberi manfaat dari segi ekonomi, tetapi juga
menjaga kelestarian alam dan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi saya untuk merumuskan langkah-langkah konkret dalam mengatasi dampak-dampak negatif tersebut, serta menciptakan solusi yang berkelanjutan. Bukit Cakaran kini hanya tersisa gundukan tanah dan batu. Sebuah wilayah yang terletak di Kecamatan Bayat, Klaten, adalah salah satu dari sekian banyak bukit yang terkena dampak pengerukan untuk pembangunan jalan tol yang menghubungkan berbagai wilayah di JawaTengah. Sebelum proyek besar ini dimulai, bukit-bukit ini adalah paru-paru alami bagi daerah sekitarnya, tempat di mana pohon-pohon besar seperti trembesi dan jati tumbuh tinggi, menyaring udara, serta menyediakan tempat berlindung bagi berbagai spesies flora dan fauna. Namun, seiring berjalannya proyek jalan tol, bukit-bukit yang dahulu rimbun kini kehilangan
keberadaannya. Pengerukan Bukit Cakaran yang dilakukan untuk membuat jalan tol telah mengubah wajah alam yang ada. Tanah-tanah yang tadinya tertutup rapat oleh akar pohon, kini terpapar langsung oleh cuaca. Bukit yang memiliki ketinggian antara 200 hingga 350 meter di atas permukaan laut itu kini nampak gundul dan tandus. Tidak hanya itu, ribuan pohon yang dulunya menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen, kini telah hilang. Area yang dulu menjadi penghalang angin dan hujan, yang menyaring air dan mencegah erosi, kini rentan terhadap perubahan iklim lokal. Dampaknya terasa pada iklim mikro yang mulai bergeser, dengan suhu yang terasa lebih panas di siang hari dan udara yang semakin kering.
Bukan hanya perubahan suhu dan kehilangan kehijauan yang dirasakan, tapi juga meningkatnya risiko erosi tanah yang kini menjadi ancaman besar. Dengan hilangnya lapisan vegetasi yang sebelumnya menahan laju air hujan, tanah menjadi lebih mudah tergerus.
Setiap kali hujan turun, air tidak lagi bisa diserap dengan sempurna oleh tanah yang terbuka, melainkan mengalir deras membawa bersama material tanah yang telah terkikis. Hal ini
menyebabkan aliran sungai di sekitar wilayah Bayat menjadi keruh, dan permukaan tanah yang subur berangsur-angsur menghilang. Warga yang sebelumnya menggantungkan hidup mereka pada pertanian mulai merasakan dampak besar. Tanah yang dulunya subur kini menjadi kurang produktif, dan sebagian petani mulai kesulitan untuk mempertahankan hasil pertanian mereka. Tidak hanya masalah tanah dan air yang muncul, kualitas udara pun mulai menurun dengan signifikan. Pengerukan yang dilakukan dengan alat berat menghasilkan debu-debu yang terbang dan mengotori udara. Masyarakat yang tinggal di sekitar proyek mulai merasakan dampak kesehatan akibat debu yang berterbangan. Sebagian besar dari mereka mengalami gangguan pernapasan, seperti batuk, pilek, hingga sesak napas, terutama di pagi hari ketika debu masih menebal di udara. Orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki masalah kesehatan mulai mengeluh, dan mereka yang memiliki riwayat penyakit pernapasan seperti asma merasa lebih sulit untuk bernapas. Polusi udara ini, yang tidak hanya berasal dari
pengerukan, tetapi juga dari kendaraan berat yang lalu lalang, semakin memperburuk kualitas udara di kawasan tersebut. Di balik dampak negatif yang terasa langsung pada masyarakat, hilangnya bukit ini juga membawa perubahan besar bagi keanekaragaman hayati. Sebelum pengerukan, kawasan tersebut menjadi habitat bagi berbagai spesies tanaman dan satwa liar. Burung-burung yang sebelumnya sering terlihat terbang rendah di antara pepohonan kini mulai jarang dijumpai. Hewan-hewan kecil seperti tupai dan beberapa jenis mamalia juga terpaksa mencari tempat tinggal baru karena kehilangan habitat alami mereka. Tidak hanya satwa yang merasakan dampaknya, tanaman-tanaman endemik yang tumbuh di area ini, seperti pohon trembesi yang besar, juga ikut lenyap. Perubahan ini menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati yang sebelumnya sangat melimpah di sekitar Bukit Bayat.
Namun, meskipun pembangunan jalan tol membawa banyak dampak buruk bagi lingkungan, harapan masih ada. Jika saya menjadi bupati, bersama dengan para ahli saya akan mulai
merancang langkah-langkah mitigasi untuk mengatasi kerusakan yang ditimbulkan. Salah satu langkah pertama yang diambil adalah penghijauan kembali kawasan yang terdampak pengerukan. Program reboisasi dan penanaman pohon di sepanjang jalan tol yang telah dibangun menjadi solusi utama untuk mengembalikan fungsi ekosistem yang hilang. Pohon- pohon yang ditanam bukan hanya untuk memperindah pemandangan, tetapi juga untuk mengembalikan kemampuan tanah dalam menyerap air hujan, mengurangi erosi, serta
meningkatkan kualitas udara. Selain itu, untuk mengurangi dampak erosi yang semakin parah, juga perlu membangun
struktur penahan tanah di titik-titik rawan longsor. Terasering dibuat di beberapa titik curam, sementara tanaman penutup tanah yang memiliki akar kuat ditanam untuk menahan tanah agar
tidak terkikis. Proyek ini melibatkan masyarakat setempat yang dilibatkan dalam setiap tahapan, sehingga mereka tidak hanya menjadi penerima dampak, tetapi juga turut serta dalam
pemulihan lingkungan. Keikutsertaan masyarakat dalam program penghijauan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya menjaga alam demi kesejahteraan
bersama.
Selain upaya penghijauan dan pengelolaan tanah, penting pula untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan. Program edukasi dan penyuluhan
kepada masyarakat sekitar proyek jalan tol digalakkan untuk mengajarkan cara-cara sederhana dalam mengurangi polusi udara dan melestarikan lingkungan. Sekolah-sekolah di sekitar Bayat juga mulai mengajarkan siswa tentang pentingnya pelestarian alam dan bagaimana mereka dapat berperan aktif dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang ada di sekitar mereka. Meskipun proyek pembangunan jalan tol di Bayat telah menimbulkan banyak kerugian bagi alam, langkah-langkah pemulihan yang diterapkan memberikan secercah harapan untuk masa depan yang lebih hijau. Seiring berjalannya waktu, diharapkan kawasan ini dapat kembali pulih, dan kehijauan yang hilang dapat terwujud kembali. Dengan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan ahli lingkungan, serta komitmen untuk menerapkan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, kawasan Bukit Bayat dapat kembali menjadi contoh bagaimana pembangunan yang ramah lingkungan bisa dilakukan tanpa merusak alam secara permanen.
Lomba Menulis Artikel: ANDAI AKU JADI BUPATI KLATEN oleh Syira Riyannisa Pratama Shinta., dapat dilihat dan diunduh [DISINI]