.jpg)
Lomba Menulis Artikel: ANDAI AKU JADI BUPATI KLATEN oleh Brian Ndharu Aji Bramantyo
Tunggu Aku Sebentar Lagi
oleh Brian Ndharu Aji Bramantyo - SMKN 2 Klaten
“Andai aku jadi Bupati Klaten?” aku terkikik ketika membaca tema lomba menulis yang diadakan
oleh KPU Klaten. Rasanya geli, bukan tanpa alasan—membayangkan diriku menjadi seorang Bupati
terdengar lucu. Mengurus diri sendiri saja aku tidak pandai, apalagi mengurus kota ini?
Namun, tidak lama kemudian aku terdiam dalam lamunan. Mata ini terfokus pada cahaya senja yang
menembus kaca, masuk kedalam rumahku. Di luar sana, riuh suara kendaraan terdengar berisik,
berasal dari jalan tol yang belum lama ini diresmikan. Tempat yang dulu menjadi tempatku bermain
kini berganti menjadi bangunan yang membentang panjang, menggantikan entitas Gunung Kidul
yang dulu berdiri dengan gagahnya. Inilah kotaku, Klaten, berdiri diantara dua kota besar, Surakarta
dan Jogjakarta. Meski tak sebesar dua kota itu--tidak seperti Surakarta yang penuh warna atau
Yogyakarta yang dipuja dalam romantismenya, Klaten berdiri sendiri dengan kehangatan dan
keramahan yang melekat dalam setiap jengkalnya. “Bisakah aku mengubah kota kecil ini menjadi
lebih berarti bagi Ibu Pertiwi?” gumamku dalam hati.
Lamunanku terhenti, tatkala telinga ini mendengar sebuah suara aneh diluar rumah, saat aku
melihatnya, ternyata suara itu berasal dari seorang anak kecil berpakaian lusuh tengah mengais
tempat sampah didepan rumahku. “hei, cari apa?” aku menegurnya sehingga membuat anak laki laki
yang mungkin baru duduk di bangku Sekolah Dasar itu terperanjat kaget. Melihat reaksinya, aku jadi
tidak enak hati.
“A-aku mencari botol bekas. Siapa tau disini ada, kan?” jawabnya ragu ragu, tetapi kedua sudut
bibirnya sedikit terangkat, seolah menyembunyikan rasa malunya.
“Ahh, aku punya didalam. Tunggu sebentar, akan aku ambilkan” kataku sambil melangkah masuk ke
rumah, meninggalkan anak itu sejenak di luar. Setelah menemukan botol-botol plastik yang kucari,
aku kembali dan menyerahkannya pada anak itu. Senyumnya merekah lebar, memperlihatkan
giginya yang berderet rapi. Matanya berbinar seolah-olah barang-barang sederhana ini sangatlah
berarti baginya. Padahal, hanya beberapa botol bekas yang aku anggap tak terpakai lagi.
“terimakasih kak, terimakasih banyak!” serunya dengan antusias, lalu memasukkan botol botol itu
kedalam karung lusuhnya.
Aku terdiam, merenung “Andai aku menjadi Bupati Klaten—membantu banyak orang pasti bukan
hal yang sulit, bukan?” dalam hati aku bergumam, dengan pandangan mengarah ke anak itu yang
masih memasukkan botol kedalam karungnya satu persatu. “Haruskah aku menjadi seorang
Bupati?” tanyaku pada diri sendiri tanpa sadar.
Anak itu menoleh ke arahku, menghentikan aktivitasnya, lalu tersenyum manis dengan penuh
keyakinan. "Orang sepertimu memang pantas jadi Bupati, Kak! Aku mendukungmu! Aku
mendukungmu menjadi seorang Bupati!" ucapnya lantang sambil melompat-lompat kecil.
Melihatnya, perasaan optimisme yang sebelumnya tak pernah ada kini mulai tumbuh dalam diriku.
Mungkin, sudah saatnya aku berani bermimpi untuk menjadi seorang bupati.
Pandanganku beralih pada matahari yang hampir tenggelam di ufuk barat. Aku menghela napas
dalam-dalam, lalu tersenyum dengan semangat yang baru. "Sepertinya, aku memang harus menjadi
seorang Bupati!" gumamku dalam hati, penuh tekad--Bagaimana bisa aku takut untuk bermimpi
menjadi pemimpin Klaten, sementara masyarakat kota ini seakan selalu mendorongku untuk terus
berlari, mengejar impian yang tadinya kuanggap mustahil untuk kugapai. Merekalah orang orang
yang akan aku perjuangkan apabila aku menjadi seorang Bupati--Karena mereka adalah alasan
mengapa aku berani bermimpi.
Jika banyak orang mengatakan bahwa tuhan menciptakan Jogja pada saat jatuh cinta, dan tuhan
menciptakan Bandung pada saat tersenyum. Maka aku selalu yakin bahwa tuhan menciptakan
Klaten pada saat tuhan sedang berbahagia. Oleh karena itu, aku ingin ikut serta menjaga
kebahagiaan ini--Bukan hanya untuk diriku, tapi untuk semua orang yang mencintai kota ini--Kota
kecil yang tidak pernah terlepas dari kehangatan, keramahan, dan kesederhanaannya. Aku yakin, aku
tidak akan mendapatkan kenyamanan ini di tempat lain.
Klaten, tunggu aku ya? Tunggu aku sebentar lagi.
Lomba Menulis Artikel: ANDAI AKU JADI BUPATI KLATEN oleh Brian Ndharu Aji Bramantyo selengkapnya dapat dilihat dan diunduh [DISINI]