WORKSHOP PELAYANAN PUBLIK YANG INKLUSIF
KLATEN - #temanpemilih Dalam upaya menguatkan komitmen terhadap penyelenggaraan Pemilu yang Inklusif, Muhammad Ansori, S.Pd.I. selaku Kadiv Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat, dan SDM, hadir mewakili KPU Kabupaten Klaten dalam Workshop Pelayanan Publik yang Inklusif. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Badan Perencanaan dan Perindustrian (Baperida) Kabupaten Klaten, bekerja sama dengan Paguyuban Penyandang Disabilitas Klaten (PPDK) pada hari ini, Rabu (28/5/2025). Kehadiran KPU Klaten menjadi bagian dari komitmen berkelanjutan untuk menghadirkan pemilu yang ramah, setara, dan terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemilih disabilitas.
Tak hanya KPU, berbagai instansi publik lintas sektor, dari kependudukan, kesehatan, pendidikan, perbankan, kebencanaan, hingga pembangunan, turut hadir dan mendapatkan sosialisasi tentang bagaimana menjalankan pelayanan publik yang inklusif. Kegiatan ini menjadi ruang belajar bersama, dipandu secara langsung oleh Ketua PPDK Klaten, Qori Asmarawati, yang membagikan materi penting seputar jenis-jenis disabilitas, hak-hak dalam pelayanan publik, serta etika komunikasi dan interaksi dalam upaya melakukan pelayanan publik.
Namun yang paling berkesan, para pejabat pelayanan publik ini diajak langsung untuk merasakan dan memahami dengan cara bermain peran sebagai masyarakat berkebutuhan khusus. Para pejabat pelayanan publik ini diajak praktik bermain peran sebagai masyarakat berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan pelayanan. Mereka memerankan berbagai jenis difabilitas sekaligus mempraktikkan bagaimana kesulitan mereka dalam menjalankan pelayanan serta memanfaatkan fasilitas publik seperti ketika menuju ke toilet, naik turun tangga, mengantri di bank, naik lift, dan sebagainya. Hal ini bertujuan agar kantor pelayanan publik langsung memahami bagaimana standar pelayanan dan fasilitas tersebut di adakan.
“Tujuan workshop kali ini adalah agar pelayanan dan fasilitas publik di Klaten benar-benar bisa inklusif sekaligus membangun kesadaran dalan melakukan pelayanan yang lebih maksimal dan menyeluruh”, ungkap Qori. Inklusivitas dalam pelayanan publik bukan hanya soal keberadaan fasilitas, tetapi soal bagaimana fasilitas itu benar-benar bisa digunakan. Toilet difabel, misalnya, tak cukup hanya sekadar ada. Lebar pintunya harus memungkinkan kursi roda keluar masuk dengan leluasa. Di kanan kiri kloset, harus ada pegangan yang kokoh. Wastafel harus rendah dan berkolong cukup untuk kursi roda. Urinoir pun harus dipasang pada ketinggian yang terjangkau. Bahkan sudut kemiringan ramp, atau yang sering disebut “plengsengan” -pun harus sesuai standar kenyamanan dan keamanan pengguna disabilitas. Semua ini bukan semata urusan teknis. Ini adalah penghormatan terhadap hak setiap warga negara untuk mendapatkan pelayanan yang mudah, mandiri, dan setara. Karena itu, penting bagi setiap lembaga dan instansi publik untuk memahami dan memahamkan, bahwa prinsip aksesibilitas adalah bagian dari prinsip demokrasi: melayani semua, tanpa terkecuali.
“Sebaliknya, sebagai bentuk komitmen bersama dalam menciptakan pelayanan dan fasilitas publik yang inklusif, kedepan akan diadakan pelatihan atau workshop dan sosialisasi lanjutan, sekaligus akan disusun modul pelayanan dan fasilitas publik yang inklusif berdasarkan undang-undang serta peraturan yang berlaku sebagai pedoman bagi lembaga dan instansi publik”, tutup Qori.
Sebuah pengalaman yang menyentuh, menggugah empati, dan menyadarkan kita bahwa pelayanan yang benar adalah pelayanan yang ramah semua orang. Karena inklusivitas bukan hanya tentang fasilitas, tapi tentang kesadaran, kemauan, dan keberpihakan.
Penulis : Muhammad Ansori
Editor : Luvita